JuLie ZonE



"Dunia, tempat, dan ruang yang hanya ada aku...."


It's Me...
My Word..
My Mine..
My Everything...

Minggu, 19 Juni 2011

MISS ACACIA

Setiap sore aku selalu berada di sini, di balkon lantai dua sekolahku. Dari balkon ini dapat kulihat seorang gadis yang selalu tidur di bawah pohon akasia yang tumbuh besar di taman belakang rumah sakit yang bersebelahan dengan sekolahku. Seperti hari ini, setelah pulang sekolah aku segera pergi ke tempat favoritku itu. Sambil mengunyah roti coklat yang kubeli di kantin, aku duduk disamping pagar balkon dan menuggu gadis itu datang. Tak lama kemudian, seorang gadis yang mengenakan gaun biru keluar dari pintu belakang rumah sakit dan duduk di bawah naungan pohon akasia. Melihatnya perutku terasa melilit, nadiku berdenyut dua kali lebih cepat, jantungku berdegup kencang dan adrenalinku mengalir lebih deras. Aku yakin dia adalah gadis itu, gadis yang kunamai Misa alias ”Miss Acacia” karena dia selalu tidur di bawah pohon akasia.

Aku senang melihat rambut panjang Misa yang menutupi wajahnya saat dia tertidur, entah kenapa dia jadi terlihat amat manis di mataku. Waktu aku sedang asyik memperhatikannya, tiba-tiba saja dia membuka mata dan memandang ke arahku. Aku terkejut, sehingga tanpa pikir panjang aku segera turun dari balkon dan langsung pulang ke rumah.

.....♣.....

Gara-gara insiden ”kepergok” itu, aku jadi merasa salah tingkah sendiri. Padahal kan belum tentu Misa menyadari kalau selama ini aku suka memperhatikannya. Tapi, kalau dia sampai tahu. Waduh... bisa-bisa aku disangka stalker dan itu pasti bakal bikin aku malu banget! Karena itu, sore ini aku bermaksud untuk langsung pulang ke rumah, seperti yang udah aku lakuin beberapa hari ini. Tapi, saat aku ingin mengambil motorku di parkiran, seseorang dengan wajah yang tertutup lembaran kertas koran malah asyik tertidur di atas motorku.

”Woi! Ngapaen loe tidur di atas motor gue?” bentakku kasar.

Orang itu sepertinya kaget banget mendengar bentakkanku, dia langsung terbangun dan jatuh dengan sukses dari atas jok motor. Ketika dia bangkit berdiri dan mengangkat mukanya, malah aku yang giliran kaget. Surprise! Ternyata orang yang kubentak itu adalah Miss Acacia. Aku sampai pangling dibuatnya, soalnya seumur-umur baru kali ini aku melihat Misa mengenakan celana jeans dan t-shirt.

”Misa?” kataku tanpa sadar saking kagetnya.

Mendengar perkataanku Misa menoleh ke kanan, ke kiri, ke belakang dan kemudian menatapku bingung.

”Kamu bicara sama aku ya?” tanyanya.

Aku langsung menepuk keningku dan mengucapkan sumpah serapah dalam hati. ”Goblok banget sih gue, ngapaen juga gue manggil dia Misa? Ya jelas dia kagak tahu. La... itu aja bukan namanya.” Aku meringis dan menggaruk-garuk kepalaku.

”Sorry, gue cuma asal aja…!” kataku sambil membungkuk-bungkukkan badan.

”Seharusnya aku yang minta maaf, karena udah seenaknya tidur diatas motormu,” kata Misa sopan.

”Oh? No problem kok.” jawabku.

Misa mengulurkan tangannya ke arahku, terlihat bekas sayatan di pergelangan tangan kanannya.

”Kenalkan, namaku Emyle Larasati. Tapi, kalau kamu lebih suka memanggilku dengan nama...em... Sasa? ...Mita? Apa sih katamu tadi?”

”Misa.” jawabku cepat.

”Ah...iya Misa! Nama itu juga tidak apa-apa kok.”

Aku menjabat tangan Misa dan memperkenalkan diriku

.”Okay. It’s a deal! Kenalin, gue Dafi. Lengkapnya Dafi Ramadhan, gue masih single alias jomblo.”

Misa meneliti wajahku dan kemudian berkata, ”Sepertinya aku pernah liat kamu deh... Kamu tuh orang yang setiap sore sering duduk di balkon sekolah kan?”

Aku terdiam. ”Waduh! Gawat neh, ternyata gue ketahuan. Aduh… sial banget sih gue!” Rutukku dalam hati sambil nyengir kuda. ”Iya, itu emang gue. Loe juga kan? Gue sering liat loe dibawah pohon akasia yang ada di belakang rumah sakit.” tanyaku mengalihkan pembicaraan.

”Ha? E’eh, itu memang aku. Kebetulan banget ya... kayak udah jodoh aja” canda Misa sembari tertawa.

.....♦.....

Sejak saat itu aku berteman akrab dengan Misa. Setiap hari, aku rela memanjat pagar tembok rumah sakit, hanya untuk menemui Misa yang menungguku di bawah pohon akasia. Misa sering menceritakan semua tentang dirinya padaku, entah itu tentang masa kecilnya, keluarganya, masalah ketidakcocokannya dengan ayahnya atau penderitaannya yang diisolir di rumah sakit, sampai harus kabur diam-diam hanya untuk jalan-jalan. Aku juga sering menceritakan masalahku kepadanya, tentang kekejaman ibu tiriku, kegemaran ayahku memukuliku dan mengenai penyakit insomnia yang kuderita.

Semakin lama aku berteman dengan Misa, dengan segala kesamaan di antara kami berdua, aku merasa perasaan suka dan sayangku padanya semakin bertambah besar dan menjelma menjadi cinta. Cinta yang menurut guruku adalah reaksi biokimia yang terjadi karena adanya rangsangan bawah sadar manusia yang dipengaruhi oleh hormon oksitoksin dan hormon feromon, dengan tujuan untuk mempunyai keturunan. Apapun arti cinta itu untuk orang lain, tapi bagiku cinta itu adalah perasaan yang selalu kurasakan saat aku bersama Misa.

Pernah suatu malam aku nekat mengajak Misa pergi diam-diam dari rumah sakit. Aku tidak menyesal melakukannya, karena Misa terlihat sangat bahagia, tawa selalu menghiasi wajahnya saat aku membawanya mengunjungi Pasar Malam. Aku memberinya sebuah boneka beruang dan aku menyatakan perasaan cintaku padanya, tepat pada saat keranjang bianglala yang kami naiki berada di puncaknya. Aku sangat bahagia karena dia mau menerima perasaanku dan bersedia menjadi kekasihku. Miss Acacia yang selalu kukagumi dan kuperhatikan akhirnya bisa menjadi milikku.

.....♣.....

Tak terasa sudah dua bulan lebih aku dan Misa berpacaran diam-diam, tapi aku tetap tidak mengetahui apa penyakit yang Misa derita. Hingga pada suatu malam, Misa tiba-tiba menghubungiku. Dia memintaku untuk menjemputnya di gerbang depan sekolah, dari suaranya yang terdengar ngos-ngosan aku yakin Misa melarikan diri dari rumah sakit. Saking khawatirnya pada Misa, aku sampai mengacuhkan ayahku dan melarikan motorku secepatnya meninggalkan rumah. Sesampainya disana, aku segera menghampiri Misa yang berdiri di pojokan gerbang.

”Misa? Apa yang terjadi?” tanyaku.

Misa yang memanggul tas ransel dipundaknya segera memelukku erat dan berkata, ”Tolong aku Daf. Bawa aku pergi dari sini, aku sudah tidak sanggup lagi terkurung di rumah sakit.”

”Iya, Sa... Gue akan bawa loe pergi dari sini.” kataku menenangkannya.

Saat itu juga aku membawa kabur Misa. Dengan uang secukupnya yang kuambil dari ATM, aku mengajaknya pergi ke Kota Baru, jauh dari ayahnya, jauh dari rumah sakit yang telah memenjarakannya. Kami menginap di sebuah losmen dan hidup seadanya, setiap hari aku mengajaknya bersenang-senang dengan pergi ke tempat-tempat wisata.

Tapi beberapa hari terakhir ini Misa terlihat murung dan gelisah, aku ingin membuatnya gembira. Karena itu, malam ini aku mengajaknya melihat pemandangan indah dari atap gedung pencakar langit.

”Daf, apakah kamu mencintaiku?” tanya Misa, saat kami sedang asyik melihat pemandangan malam dari atap gedung.

Aku melepaskan jaketku dan mengenakannya ke tubuh Misa yang terlihat kedinginan. Dari belakang, aku memeluk tubuh Misa dan mengelus pelan kepalanya. Tercium di hidungku aroma tubuh Misa yang memabukkan, seperti zat euforia dalam bunga opium yang bisa membuat kecanduan.

”Tentu aja gue cinta ama loe, cinta mati malah. Masa loe gak percaya sih?” kataku lembut di telinganya.

”Bener kamu cinta mati padaku?”

”Suer deh! Gue ga bo’ong.” jawabku.

”Kalau gitu... buktiin Daf.”

Misa berbalik dan memeluk tubuhku erat. Tiba-tiba kurasakan perutku perih dan sakit. Aku mendorong tubuh Misa menjauh dari tubuhku, aku melihat sebuah pisau lipat yang berlumuran darah di genggaman tangannya.

”Misa..... Apa? Apa yang loe lakuin?” rintihku kesakitan sambil memegang perutku, darah merembes keluar dari kemajaku yang sobek.

”Kenapa loe lakuin ini ke gue?” tanyaku lagi saking shocknya.

”Aku melakukan ini karena aku mencintaimu Daf.” kata Misa pelan sembari mendekatiku, jemarinya yang dingin menyentuh wajahku.

”Omong kosong! Kalau loe cinta ama gue. Kenapa loe nusuk gue?” teriakku, aku melangkah mundur, menghindari Misa yang terus mendekat.

”Aku mencintaimu Daf, karena itu aku ingin kamu bahagia.” jawab Misa sambil terus mencoba melukaiku dengan pisau di tangannya.

”Loe bohong! Loe mau bunuh gue kan?”

Aku terus mundur menjauhi Misa, hingga punggungku menyentuh pagar kawat pelindung yang mengelilingi atap.

”Aku ingin kamu bahagia Daf, karena itu aku melakukan ini. Kalau terus hidup tersiksa di dunia yang kejam ini, kamu pasti hancur, Daf. Karena itu aku akan mengakhiri penderitaanmu. Kamu akan bahagia untuk selamanya, tidak perlu lagi mendengarkan cacian ibumu, merasakan pukulan ayahmu dan kamu tidak perlu lagi mengkhawatirkan insomniamu, karena kamu akan tidur untuk selamanya.”

Misa menarik kemejaku dan menikamkan pisau lipat di genggamannya ke dada kiriku.

”Aaargh....” erangku kesakitan.

Aku menyandarkan tubuhku di pagar, pisau yang menancap di dadaku terasa panas dan menyakitkan.

”Misa..... kalau loe butuh bukti atas cinta gue.... bukan kayak gini caranya,” kataku lagi.

”Tidak! Aku melakukan ini karena aku mencintaimu Daf.”

Air mata jatuh berlinang di pipi Misa, namun senyuman terus menghiasi wajahnya. Entah kenapa, ketakutan dan perasaan ngeri tiba-tiba saja menyergap hatiku, rasanya aku seperti terkena klaustrofobia. Padahal aku sedang berada di tempat yang luas dan terbuka tanpa sekat sedikit pun.

”Misa.... elo.... elo nggak... cinta sama... gue!” kataku terbata.

Tubuhku terasa berat, sakit yang luar biasa terasa membakar perut dan dadaku, kepalaku pusing dan pandanganku pun terasa berputar-putar.

Tiba-tiba beberapa lelaki berpakaian putih keluar dari arah pintu masuk dan berlari menghampiri kami sambil berteriak, ”Tangkap gadis itu! Dia adalah Emyle, gadis yang menderita gangguan jiwa.”

”Gawat. Tampaknya pemuda itu telah menjadi korban Emyle.” kata seseorang di antara mereka.

Aku menatap Misa. Miss Acaciaku itu tersenyum dan mendorong tubuhku dengan kuat. Tiang pagar yang sudah lapuk tidak mampu menyangga tubuhku sehingga akhirnya patah, membuatku limbung dan kehilangan pijakan. Aku jatuh dari atap, terjun bebas tanpa memakai pelindung apapun langsung menuju tanah.

”Misa... ternyata penyakit loe emang benar-benar parah. Ha..haa..ha... gue baru tahu kalau loe sakit jiwa... loe gila... loe ga waras... loe psikopat.... Gue udah ketangkap ama loe Miss Acacia. Loe sama aja kayak pohon akasia besar yang terlihat menyejukkan, tapi sebenarnya menyimpan kekejaman yang mengerikan...” bisikku.

Perlahan aku menutup mata dan terus merintihkan nama Misa. Tidak lagi kurasakan perih yang menyakitkan di perut dan dadaku, yang terasa hanyalah kegelapan yang menelanku dalam keheningan yang dingin dan mencekam.....

.....♥.....

Di ruang tunggu Penginapan Melati, seorang pemuda bernama Julian sedang bersantai di sofa sambil asyik menyaksikan tayangan berita kriminal di televisi. Mata Julian terpaku pada presenter liputan 2 siang, yang mulai membacakan beritanya....

”Berita terbunuhnya seorang pemuda bernama Dafi Ramadhan di sebuah gedung pencakar langit di Kota Baru masih terus dipublikasikan media massa. Pemuda itu dibunuh oleh seorang gadis yang mengalami gangguan jiwa bernama Emyle Larasati,yang ternyata putri dari seorang pemilik rumah sakit besar di Banjarmasin. Menurut sumber, Emyle ternyata juga membunuh ibu dan kakak kandungnya dua tahun silam, karena tidak tahan melihat penyiksaan yang dilakukan ayahnya terhadap keduanya.

Polisi yang berkerjasama dengan pihak rumah sakit terkait yang merawatnya masih terus melacak jejak Emyle yang berhasil melarikan diri. Inilah foto Emyle... yang menjadi tersangka pembunuhan!”

Belum sempat Julian melihat foto yang dipertontonkan, tiba-tiba saja seorang gadis berambut cepak mematikan televisi dan duduk disampingnya. Julian menatap sinis gadis yang telah mengganggunya itu, tapi kemudian ekspresi sangarnya berubah menjadi senyuman. Ternyata gadis itu berparas cantik dan manis, membuat Julian terpana dan kemarahannya mereda.

”Hai, kayaknya loe orang baru ya? Kenalin gue Julian, anaknya Tante Mira pemilik penginapan ini.” sapa Julian cepat.

Gadis yang memiliki bekas sayatan dipergelangan tangan kanannya itu tersenyum, sembari menjabat tangan Julian dia berkata,

”Iya. Aku baru check in tadi pagi. Kenalkan, namaku Misa Ramadhan....”

..... ♪.....

By : Me "Julie"

Tidak ada komentar: