Salah satu persoalan besar yang dihadapkan kepada dunia adalah masalah kependudukan. Berbagai literatur yang ada menunjukkan, bahwa jumlah penduduk dunia memperlihatkan grafik naik yang sangat pesat. Sudah barang tentu, jumlah penduduk yang besar ini merupakan potensi sumber daya manusia yang sangat berarti. Namun demikian, tanpa adanya kebijakan yang komprehensif, yang berperan sebagai mekanisme kontrol untuk mengatur tingkat pertumbuhan penduduk, kenaikan yang pesat itu, karena faktor-faktor sosiologis, ekologis, ekonomis, maupun politis, justru akan menghambat proses pembangunan kependudukan yang baik. Hal ini dapat terjadi, terutama di negara-negara yang sedang berkembang.Sama seperti negara-negara lain, Indonesia juga dihadapkan pada masalah kependudukan. Sebagai salah satu negara dengan jumlah penduduk yang sangat besar, negeri ini tidak terlepas dari persoalan-persoalan yang dapat ditimbulkan oleh tingkat pertumbuhan penduduk yang tinggi. Lebih dari itu, dapat dikatakan bahwa situasi kependudukan di wilayah alam Nusantara ini, baik dilihat dari segi tingkat pertumbuhan, pesebaran, kepadatan, maupun struktur umur, relatif kurang menguntungkan.Variabel tingkat pertumbuhan penduduk berkaitan erat dengan kemampuan negara untuk memenuhi kebutuhan warganya secara kuantitatif dan kualitatif. Tanpa pengelolaan yang baik, hal ini akan berkembang menjadi beban yang tidak ringan bagi pemerintah, khususnya dalam hal menyediakan kebutuhan-kebutuhan dasar yang diperlukan oleh rakyat.Mengikuti logika berfikir Malthus, yaitu bahwa tingkat pertumbuhan penduduk berjalan relatif lebih cepat dari proses penyediaan sumber daya (resources) yang dibutuhkan, maka jelas bahwa tingkat pertumbuhan penduduk yang relatif tinggi dapat menimbulkan persoalan-persoalan yang tidak sederhana.Kelahiran Pemerintah Orde Baru yang berorientasi pada pembangunan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan masyarakat memberikan perhatian serius terhadap masalah kependudukan ini. Pemerintah Orde Baru menyadari bahwa untuk dapat mencapai masyarakat Indonesia yang sejahtera secara merata terlebih dahulu harus dapat menciptakan dan meningkatkan kehidupan materiil yang layak sebagai dasar untuk mengembangkan kehidupan sepiritualnya. Agar kebutuhan materil (pangan, sandang, papan, pendidikan, kesehatan, lapangan kerja) dapat terpenuhi, pertumbuhan penduduk tidak boleh lebih tinggi daripada pertumbuhan ekonomi nasional. Hal ini berarti pertumbuhan penduduk perlu dikendalikan, mengingat kemampuan negara dan tersedianya sumber-sumber sangat terbatas.Selain kependudukan, angka kematian ibu di Indonesia juga menjadi masalah. Angka kematian Ibu sempat mencapai angka antara 700 sampai 800 per 100.000 kelahiran, dibanding dengan sekitar 3 – 7 per 100.000 kelahiran di negara-negara maju. Kematian ini disebabkan karena ibu-ibu Indonesia mengandung dan melahirkan pada usia terlalu muda, kurang persiapan semasa remaja, terlalu sering, tidak mendapat pengawasan dan perawatan selama mengandung atau sudah terlalu tua masih mengandung dan melahirkan.Melihat hal itu berlalu tanpa upaya pencegahan yang berarti, para ahli kebidanan dan penyakit kandungan serta kelompok peduli lain tergerak hatinya dan melakukan langkah-langkah awal yang signifikan. Mereka menyatu, bertekad dan berusaha membantu para ibu dan keluarganya dengan advokasi dan upaya peningkatan pengetahuan ibu-ibu tentang reproduksi sehat. Kelompok itu berusaha memberikan pelayanan kebidanan yang makin meluas di masyarakat. Gerakan itu dimulai sekitar tahun 1950-1960 yang sekaligus merupakan awal dari upaya besar-besaran menolong keluarga Indonesia, menyelamatkan para ibu dan keluarganya melalui program KB.
A. Pendekatan Secara Klinik pada Program Pelayanan KB
Program KB pertama kali digerakkan secara resmi di Indonesia pada Pelita I (1969/1970-1973/1974). Pada tahun 1970, arah kebijakan program KB lebih ditekankan kepada perluasan jangkauan. Pada dimensi perluasan jangkauan ini, strategi pelaksanaannya adalah melalui pendekatan ke wilayah yang bertujuan untuk memperkenalkan dan memasyarakatkan normakeluarga kecil bahagia dan sejahtera kepada masyarakat secara keseluruhan.Pada tahap ini, Keluarga Berencana diperkenalkan dengan tujuan dapat diterima oleh seluruh komponen bangsa, baik oleh unsur pemerintah, unsur tokoh masyarakat maupun oleh masyarakat itu sendiri.Karena sifat pendekatan seperti itulah maka operasional di klinik lapangan lebih diwarnai dengan gencarnya kampanye KB melalui berbagai pendekatan individual, kelompok dan massa dengan memanfaatkan berbagai media dan forum komunikasi yang ada dalam masyarakat maupun media dan forum yang diciptakan oleh pemerintah.Pada tahap ini prakarsa lebih banyak diambil oleh pemerintah / petugas. Sasaran langsung operasional yang ingin dicapai pada tahap ini adalah mengajak pasangan usia subur sebanyak-banyaknya agar menjadi peserta KB baru. Sedangkan sasaran tidak langsung adalah ide keluarga berencana dapat diterima oleh seluruh lapisan masyarakat.Pada periode ini tantangan terhadap ide keluarga berencana (KB) masih sangat kuat, pendekatan melalui kesehatan adalah hal yang paling tepat dilakukan karena mudah diterima oleh banyak orang. Sehingga hampir seluruhnya pendekatan yang dilakukan adalah dengan pendekatan klinik (Clinical Approach).Pendekatan Klinik yang dimaksud adalah dengan menggelar pelayanan medis dan KB untuk para ibu di Klinik - klinik Ibu dan Anak milik jajaran Departemen Kesehatan. Dengan pendekatan itu para ibu, yang umumnya datang ke klinik memeriksakan anak balitanya dijadikan sasaran utama untuk diperkenalkan pada program KB. Ibu - ibu itu mendapat petunjuk tentang bahaya mengandung dan melahirkan yang terlalu sering, serta dianjurkan melakukan pencegahan dengan mengikuti program KB. Apabila Ibu itu sepakat, segera dilayani KB dengan diberikan kontrasepsi secara cuma - cuma.Dalam perkembangannya kemudian, kegiatan dengan pendekatan klinik itu memerlukan fasilitas pelayanan yang lebih luas dan memerlukan pelayanan kesehatan yang bertujuan untuk kesehatan diri seseorang dan keluarganya.
Pendekatan klinik yang kemudian dilakukan itu adalah berupa :
1. Klinik Keluarga Berencana Statis
Sarana utama untuk melayani pelaksanaan keluarga berencana adalah tersedianya klinik - klinik Keluarga Berencana yang dengan mudah dapat dicapai oleh masyarakat banyak. Di samping memberikan pelayanan untuk pelaksanaan Keluarga Berencana, klinik - klinik tersebut sekaligus memberikan pelayanan pula untuk meningkatkan kesehatan, khususnya bagi ibu dan anak. Dalam rangka kegiatan ini tercakup pula kegiatan untuk perbaikan gizi.
Dengan demikian klinik - klinik keluarga berencana pada hakekatnya sekaligus merupakan sarana utama pula bagi peningkatan kesejahteraan rakyat pada umumnya.Klinik keluarga berencana pada dasarnya adalah Badan Kesejahteraan Ibu dan Anak (BKIA) yang memberikan pelayanan keluarga berencana dan pada umumnya diintegrasikan ke dalam Puskesmas.
2. Team Medis Keliling (TMK)
Bagi daerah yang agak terpencil sehingga penduduknya tidak dapat dicapai oleh klinik keluarga berencana, pelayanan dilakukan oleh Team Medis Keliling Keluarga Berencana.
3. Program Keluarga Berencana Rumah Sakit (PKBRS)
Kepada ibu yang baru melahirkan di rumah sakit, atau klinik bersalin, dilakukan pendekatan khusus. Pendekatan ini dimaksudkan agar ibu yang baru melahirkan tersebut dapat memperoleh pelayanan langsung pada waktunya.Terhadap ibu-ibu yang melahirkan di luar rumah sakit (klinik bersalin), misalnya melahirkan di rumah sendiri, dilakukan pula "pendekatan khusus", sehingga ibu yang ber sangkutan langsung memperoleh pelayanan keluarga beren- cana pada waktunya.Pendekatan secara klinik ini berlangsung sampai tahun 1974. Pendekatan Klinik nampaknya mempunyai dampak yang kurang menguntungkan dan mempunyai hambatan yang tidak kecil.Pada masa itu para ibu jarang sekali datang ke klinik untuk memeriksakan dirinya. Ibu mengandung yang datang di klinik biasanya hanya kalau mempunyai masalah dengan kandungannya. Umumnya kedatangan mereka sudah sangat terlambat, sehingga banyak yang tidak dapat ditolong lagi. Aspek-aspek sosiopsikologis pun kurang mendapat perhatian, sehingga faktor-faktor sosial budaya yang banyak menghambat untuk dapat diterimanya ide KB tidak mendapatkan perhatian secara wajar.
Spesial Thanks to :
Kelompok IV
(Rusnita Fitriah, Ayu Bintari & Nurliani)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar